Kamis, 24 Oktober 2013

Secarik Kertas Untuk-Mu


Sengaja kutuliskan semua ini dalam dunia yang tak nyata keadaanya, tapi bisa dirasakan kehadirannya. jujur aku malu meminta pada-Mu lagi setelah apa yang pernah kau titipkan padaku, Demi LangitMu aku malu meminta barang yang pernah kau amanahkan kepadaku kembali lagi. tapi aku tersiksa dengan ketiadaannya, Padahal aku masih ingin mengabdi dengan utuh di Rumah-Mu dengannya. aku masih ingin bekerja dan berkecimpung sepenuh hati untuk-Mu dengannya.

Sungguh aku sama sekali tidak mengerti apa skenario yang kau tuliskan untukku, jujur aku bingung ketika kelak kau tanyakan padaku tentang amanah-Mu apa yang mesti aku jawab. Semua ini memang keteledoranku tapi aku sama sekali tak menyangka ini bakal terjadi kepadaku, Ya Allah jika memang boleh aku meminta kepadaMu, aku hanya inginkan dia kembali, karena apa yang ada didalamnya tidak bisa tergantikan dengan dia yang baru. Inginku menangis di hadapanMu, tapi aku malu, mungkinkah di mataMu aku terlalu menghambakan diri pada makhluk-Mu,

Ya Rabbi, Aku tidak meminta untuk menggantikan dirinya dengan yang baru, dia sudah cukup baik untukku, menemaniku selama 5 tahun, membuatku berlama-lama tinggal di rumah-MU, mengerjakan pekerjaan yang berkaitan dengan rumahku bersujud selama ini. jika teman-nya di ambil aku masih bisa berlapang dada karena mungkin tidak berhak untukku, tapi dia ya Rabbi. dia yang membuatku tersenyum ketika aku jauh dari orang tua, disanalah tersimpan miliaran kenangan indah yang tak mungkin terganti...


Secarik kertas doa ini sengaja kutuliskan disini, bukan tidak ingin berdoa pada-Mu, tapi semoga jika bertemu tulisan ini menjadi sejarah bahwa disinilah kejadian ini pernah di tuliskan

Ya Rabbi, skenario yang kau tuliskan terlalu menyesakkan dadaku, tak urung dalam malamMu aku menangis, tak ayal dalam siangMu aku bersedih, entah apa yang musti aku perbuat lagi, "Berikan aku ketabahan sebagaimana kau hibahkan tabah itu pada kekasihMu Muhammad, anugrahi aku kesabaran sebagaimana kau berikan pada NabiMu Daud A.S....  Amien

Minggu, 20 Oktober 2013

Pasangan yang Telah Digariskan Tuhan



Rab Nee Bana Dee Jodi
(Jodoh dari Langit*)

Kau adalah surgaku
Tempat pertemuan cintaku yang terakhir
Kau adalah doaku
Kesenangan jiwaku
Kau adalah ketenangan yang kucari
Kau ada disetiap denyut jantungku
Tak ada lainnya yang kutahu
Kecuali bahwa aku melihat diriku dalam dirimu
 Entah harus bagaimana

Aku tak berdaya kecuali berlutut di hadapanmu
Entah harus bagaimana
Begitu jauh, kini aku tak berdaya
Tapi kusentuh dirimu dengan tatapanku

Aku kini dalam surga yang membingungkan
Kau bagaikan cahaya dalam hatiku
Kau adalah  harta karun yang tak pernah terpisahkan
Tak ada lain yang kutahu
Kecuali bahwa aku melihat diriku dalam dirimu
Entah harus bagaimana

Dengan langkahmu
Membuatku merindukanmu
Bayangannu membuatku teringat akan dirimu
Saat kau pergi, tersenyum tersipu-sipu
Bahkan tuhanku tak meminta sebanyak itu
Kau yang bersinar dengan sinar yang agung
Tidak ada yang tahu kecuali melihat dewa dalam dirimu
Aku tak berdaya kecuali berlutut di hadapanmu….

*pasangan yang telah di gariskan oleh Tuhan


Kamis, 10 Oktober 2013

Deburan Ombak Watu Kodok

Terkadang lebih baik tuk tak mengetahui apa yg terjadi di sekitarmu, daripada semua itu semakin memberi luka di hatimu.

Episode Luka Usai, digantikan dengan episode ceria terbaru, kadang keceriaan harus di rencanakan meski untuk sebagian orang keceriaan itu selalu ada. Kali ini Pantai watu kodok adalah tempat pembelajaran saya untuk kesekian kalinya mengatasi gundah yang selalu ada di hati. pantai ini kelihatannya biasa saja, tapi ada sesuatu hal aneh yang dirasakan setelah menyapa deburan ombaknya, rasa gundah, rasa penyesalan, rasa marah melebur bersama ombak yang menyeret untuk selalu bermain bersamanya. 

Deburan itu selalu datang, datang untuk menyeret luka yang pernah ada, mengambil amarah yang pernah muncul dan membawa air untuk mengusapkan kebahagiaan bagi mereka yang menyapa buihnya. Watu kodok tidak seluas pantai lainnya, jika di istilahkan pantai ini terlihat dari ujung ke ujung, tapi inilah pesonanya, pesona yang sulit diceritakan jika tidak menuju ketempat persemayammnya. kukira pantai ini biasa, sejak malam kepergian yang diiringi hati yang terlajur dirudung duka semakin berduka saat kulihat pantai ini sebagaimana pantai biasanya, langit hitam menjadi biru pun belum sempat duka itu hilang, tapi ketika jingga muncul kulangkahkan kaki menuju ombak yang menyapa di saat itulah luka itu luntur tak bertepi dan hilang tak berbekas. 

Bersama teman-teman kurasakan hal itu bersama, dalam deburan ombak kurasakan hati kita menyatu untuk meluruhkan luka yang telah lama terpendam dan aku rasa inilah hadiahku . "Hadiah tak selalu terbungkus dgn indah. Kadang Tuhan membungkus dgn masalah, tp di dalamnya tetap ada berkah."








 

Ukhuwah dan hidup kita

Hidup ini adalah proses pembelajaran. Kamu selalu bisa menikmati momen indah, tapi yg pasti harus belajar dari momen yg buruk

 Tak selamanya indah tapi tidak juga seluruhnya duka untuk satu masa kehidupan kita, kapan dan dimanapun berada yang namanya suka dan duka pasti ada. jika sekarang duka belum tentu selanjutnya selalu berduka, Allah punya rencananya sendiri bagi tiap hamba-hambanya. "Setiap soal ada jawabannya dan setiap masalah pasti ada penyelesaiannya ".

Menyesal itu datangnya belakangan dan tak pernah di awal, sedikit bercerita, jika suatu ketika terjadi perbedaan tentulah yang dilakukan adalah tabayyun bukan saling debat dan menutupi keinginan masing-masing, keterbukaan adalah kunci sukses segala sesuatu bukan diam dan tertutup menyembunyikan segalanya yang tidak bisa di pahami dan di ketahui. tapi sudahlah, yang pasti jika masalah telah berlalu kenapa mesti diungkapkan lagi(* hanya sekedar curhat)
Dan inilah yang saat ini dirasakan, ikatan ukhuwah kita telah telanjur melemah sekarang dan  saat ikatan kita melemah ,saat keakraban kita merapuh saat salam terasa menyakitkan saat kebersamaan serasa siksaan .saat pemberian bagai bara api,saat kebaikan justru melukai. Aku tahu,yang rombeng bukan ukhuwah kitahanya iman-iman kita yang sedang sakit,atau mengkerdil mungkin dua-duanya, mungkin kau saja tentu terlebih sering,imanku lah yang compang camping.

pernah ada masa-masa dalam cinta kita
kita lekat bagai api dan kayu
bersama menyala, saling menghangatkan rasanya
hingga terlambat untuk menginsyafi bahwa
tak tersisa dari diri-diri selain debu dan abu

pernah ada waktu-waktu dalam ukhuwah ini
kita terlalu akrab bagai awan dan hujan
merasa menghias langit, menyuburkan bumi,
dan melukis pelangi
 

namun tak sadar, hakikatnya kita saling meniadai
di satu titik lalu sejenak kita berhenti, menyadari
mungkin hati kita telah terkecualikan dari ikatan di atas iman
bahkan saling nasehatpun tak lain bagai dua lilin
saling mencahayai, tapi masing-masing habis dimakan api

Kini saatnya kembali pada iman yang menerangi hati
Pada amal shalih yang menjulang  bercabang-cabang
Pada akhlak yang manis ,lembut dan wangi
Hingga ukhuwah kita menggabungkan huruf-huruf menjadi kata
Yang dengannya kebenaran terbaca dan bercahaya

 iman adalah mata yang terbuka
mendahuluinya datangnya cahaya
tapi jika terlalu silau,pejamkan saja
lalu rasakan hangatnya keajaiban

Iman agaknya bukan bongkah batu karang yang tegak kokoh
Dia hidup bagai cabang menjulang dan dedaun rimbun
Selalu tumbuh  dan menuntut akarnya menggali kian dalam
Juga merindukan cahaya mentari,embun,dan udara pagi

Persaudaraan adalah mu’jizat,wadah yang saling berikatan
Dengannya Allah persatukan  hati-hati yg berserakan
Saling bersaudara ,saling merendah lagi memahami
Saling mencintai dan saling berlembut hati (Sayyid Qutb)

kita mungkin masih bisa bertemu sekarang, tapi dilain waktu belum tentu kita bertemu, dan satu hal yang tidak aku inginkan kita bertemu tapi tidak bertegur sapa satu dan lainnya. cukuplah sampai disini apa yang pernah kita debatkan,pertengkarkan dan hal-hal lainnya, semoga di lai waktu kita masih punya kesempatan untuk bersua dan bercanda ria lagi.. Amien


Rabu, 02 Oktober 2013

Jalan Kita

Dalam panasnya api tak setitikpun memberikan kehangatan yang dapat kutemukan disana
Yang ada hanya kebisuan, kedinginan, kebekuan yang tak berujung
Seakan dunia yang pernah kusinggahi tak mengenaliku sama sekali
Acuh tak bertepi
Mungkin ini yang dinamakan hidup itu di iringi kematian yang sedikit demi sedikit mengerogoti

Diam bagai berlalunya angin yang berlari di penjuru isi bumi
Tak sepatutnya pasir mendapatkan permata
Tapi tak sepantasnya pula jika pasir tak mendapatkan debu
Jalan kita sekarang telah berbeda
Tidak kutemukan lagi diriku dalam duniamu
Seakan kita tidak pernah bertemu bahkan berkenal

Jauh laksana bulan dalam hamparan bintang
Sekarang , atau nanti sama saja jika inisiatifmu untuk kembali mendekat
hidup itu cuma sebentar
tidak lama
aku tidak pernah menganggapmu tidak ada
apa yang kupunya itu juga yang kau punya
bagiku kita itu satu raga
tapi aku mengenalimu dan kau tak mengenaliku
terlalu jauh beda antara kita
tapi masihkah kau menganggap perbedaan itu seperti jurang pemisah