Jumat, 02 Oktober 2015

ONE FOR ALL, ALL FOR ONE


ONE FOR ALL, ALL FOR ONE
Satu untuk semua, semua untuk satu.

Dunia ini memang sempit sekali jika di bandingkan dengan jagat raya. Ibarat pantai, bumi ini hanya secuil pasir di hamparannya. Tapi siapa yang menyangka di bumi ini manusia tinggal, di bumi ini manusia hidup, beranak pinak, bekerja , belajar hingga mengumpulkan amal untuk kehidupan abadi yang hanya Allah yang tahu kapan makhluk ciptaan-Nya akan memasuki dunia tanpa akhir itu. Tapi memang terlalu naïf rasanya jika bicara dunia hanya seluas daun kelor. Terlalu rendah fikiran kita menganggap dunia itu tiada apa apanya . Di dunia inilah ladang untuk beramal , ladang untuk beribadah hingga ladang untuk berdakwah. Karena memang untuk itulah bumi tercipta. Hanya jangan lupa selalu berdoa :

“ jadikan dunia hanya di tanganku , bukan di hatiku “

Hidup memang sementara, tapi jangan sia siakan hidup untuk sesuatu yang tidak berharga. Jangan terlalu picik dalam memahami hidup. Hidup itu untuk mengabdi kepada ilahi, karena kita hamba bukan khalik. Hiduplah sederhana, bukan tasyaddun (mensulitkan) dan bukan tasahhul (memudah-mudahkan) karena “khoirul umuuri awsatuha “ sebaik baik permasalahan adalah pertengahannya. Di ibaratkan seperti ini dalam kehidupan sehari hari misal ketika dalam perjalanan jauh antar provinsi maka diperbolehkan menjamak shalat, di perbolehkan shalat di kendaraan. Dengan kemudahan yang di berikan seperti ini boleh di jalankan boleh juga tidak , akan tetapi jika tidak dalam perjalanan dalam kondisi santai tidak ada yang bersifat darurat maka tidak di perbolehkan menjamak shalat kecuali dengan ketentuan yang di perbolehkan. Begitu juga dengan terlalu mensulitkan, ketika misalnya sedang tidak ada air ketika waktu shalat hampir tiba, maka di perbolehkan bertayammum . Islam is simple. Islam is Perfect. Bukan untuk memberatkan juga bukan untuk terlalu memudahkan perkara. Melarang yang batil , membela yang haq.

Islam bukan saja ada di Indonesia, di Arab, di Afrika hingga Eropa. Tapi, Fii Ardhillah islam itu ada dan nyata. Islam adalah ajaran yang rahmatan lil Alamin, penganutnya di sebut Muslim. Kadang di suatu daerah kita melihat begitu banyak muslim tapi tidak dengan islam. Tapi tak jarang di suatu tempat kita lihat ada islam walau tidak ada muslim. Tidak ada yang ironis sejatinya, karena semua ketetapan yang ada sudah merupakan garis takdir-Nya. Salah satu solusi nyata yaitu menjadi muslim yang sejati, muslim yang hakiki, muslim yang kaffah, yang melihat intisari kehidupan manusia dari sisi islam, dari qur’an wassunnah. Bukan dari kata siapa. Kadang kala tak jarang terlihat banyak orang, banyak muslim yang lebih fanatik terhadap mazhabnya daripada kata Rasulnya. Lebih fanatik terhadap kata ustadznya dari pada hadist nabinya. Lebih hafal kalimat ulamanya dari pada kitab sucinya. Islam hanya kamuflase belaka pada akhirnya. Karena lebih banyak yang mementingkan golongannya daripada Islamnya.

Seorang muslim manusiawi sekali, tidak ada yang sesempurna Rasulina Muhammad. Tapi bukan berarti muslim tidak boleh berusaha menjadi yang sempurna. Berusaha itu wajib for every muslim. Sama wajibnya dengan bermuamalah yang baik antar sesama. Saling menjalin sapa antar muslim. Saling menghormati satu sama lain. Saling menerima keterbukaan satu sama lain. Saling mengalah bukan menghina. Saling percaya dan harus semakin banyak belajar. Belajar menerima kekalahan dan kesalahan. Bukan membela yang salah. Membela golongan ini dan itu. Menghina golongan ini dan itu. Islam itu satu dan menyatukan. Bukan membelah dan mencerai beraikan. Haram bagi muslim mengkafirkan sesama muslim yang masih bersyahadat dengan benar, yang masih mengakui Allah dan Rasulnya sebagai panutan hidupnya. Terkadang miris melihat di masa sekarang, dimana islam berkembang dengan pesatnya, di kala islam sudah tak terpisahkan dari hidup tapi perilaku muslim yang tak lebih seperti masih berada pada masa jahiliyah. Saling memperkuat golongannya tapi tidak dengan islamnya. Hanya sibuk mengkaji kitab-kitab yang dari golongannya tapi tidak dengan Qur’annya. Benarlah di suatu hari nanti islam akan terpecah menjadi beberapa golongan bukan karena islam tidak menyatukan tapi muslim yang mencerai beraikan. 

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :“Orang-orang Yahudi terpecah kedalam 71 atau 72 golongan, demikian juga orang-orang Nasrani, dan umatku akan terbagi kedalam 73 golongan.” HR. Sunan Abu Daud.

Masjid tempat ibadah muslim. Siapapun tahu tentang ini, sama hal nya mengetahui pura untuk hindu, gereja untuk nasrani, sinagog untuk yahudi , klenteng untuk khonghucu. Tapi siapa yang tahu kalau di muka ini masih ada masjid untuk golongan ini. masjid untuk golongan itu. Masjid hanya untuk  mazhab ini untuk mazhab itu. Ironis sekali untuk Negara yang di katakan mempunyai umat muslim terbesar di dunia ini yang masjid yang lebih banyak dari arab Saudi dinyatakan oleh wakil presiden Indonesia (sumber : Koran kompas 31/05/2015)  tapi berpecah ke golongan masing masing. Contoh konkrit : Shalat ied fitri dan  ied adha di Indonesia selama hampir 10 tahun terakhir hampir selalu berbeda antar golongan umat muslim di tanah air ini. Umat selalu mempermasalahkan hal ini dari tahun ke tahun, kadang bukan hanya di bahas tapi juga di permasalahkan. Permasalahan terbesar adalah ada satu pendapat yang benar tapi yang lain tidak mau menerimanya. 

Masjid bukan hanya tempat beribadah, masjid bukan hanya tempat shalat. Tapi lebih dari itu masjid tempat belajar, tempat saling reuni antar muslim, tempat untuk bertukar fikiran, tempat untuk menyatukan bukan memecahkan. Aneh sekali ketika ada masjid yang membuka pintu seluas luasnya bagi semua golongan , bagi semua muslim dari mazhab manapun, dikatakan aneh, di justice hanya menerima muslim dari kelompok tertentu. Tapi ketika ada masjid yang hanya membuka pintu untuk kelompokknya saja tidak ada yang mengkritik, tidak ada yang protes. Tidak ada yang mempublikasikan di media masa. 

Tidak bisa di pungkiri, menjadi muslim yang netral yang tidak memihak manapun, tapi tetap berpegang teguh kepada ajaran islam yang satu, berpegang pada al qur’an yang satu dan berusaha mengikuti sunnah rasulnya memang amat sangat berat sekali. Menjadi takmir yang netral yang tidak memihak satu kelompok manapun memang berat sekali. Tantangan untuk di justice memihak suatu garis kelompok kerap terjadi hanya karena ada anggotanya yang berafiliasi dengan suatu kelompok. 

Tapi memang inilah madunya. Inilah pahit manisnya. Mempertahankan suatu masjid sebagai sentra keislaman yang menyatukan semua umat islam memang bukan perkara yang mudah. Mengadakan kajian untuk semua muslim menerima juga bukan perkara yang mudah. Karena kadang manusia bukan hanya melihat dengan nafsu muthmaiinah, bukan melihat dari sisi penyatuan tapi lebih sisi memecah belahkan. 

Islam itu satu tapi untuk semua muslim, dan semua muslim harus menjadi islam yang satu. Begitu juga masjid yang ada di kampus, di kota dan di kampus untuk semuanya. Bukan satu kelompok satu masjid tapi satu masjid untuk semua muslim. 

Terkadang usaha itu yang pahit prosesnya pada awal perjalanan , hanya bisa berdoa suatu saat nanti semua orang melihat masjid bukan hanya tempat untuk shalat semata, tapi juga sarana untuk menyatukan umat dan berdakwah .Kadang kala manusia lupa yang seharusnya di bela adalah dirinya sendiri. Bukan tuhan. Yang di bela agamanya sendiri bukan mazhabnya. Wallahu A’lam.

*pojok perpus, puncak skripsi , menjelang matahari terbenam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar