ONE
FOR ALL, ALL FOR ONE
Satu
untuk semua, semua untuk satu.
Dunia ini memang sempit
sekali jika di bandingkan dengan jagat raya. Ibarat pantai, bumi ini hanya
secuil pasir di hamparannya. Tapi siapa yang menyangka di bumi ini manusia
tinggal, di bumi ini manusia hidup, beranak pinak, bekerja , belajar hingga
mengumpulkan amal untuk kehidupan abadi yang hanya Allah yang tahu kapan
makhluk ciptaan-Nya akan memasuki dunia tanpa akhir itu. Tapi memang terlalu
naïf rasanya jika bicara dunia hanya seluas daun kelor. Terlalu rendah fikiran
kita menganggap dunia itu tiada apa apanya . Di dunia inilah ladang untuk
beramal , ladang untuk beribadah hingga ladang untuk berdakwah. Karena memang
untuk itulah bumi tercipta. Hanya jangan lupa selalu berdoa :
“
jadikan dunia hanya di tanganku , bukan di hatiku “
Hidup memang sementara,
tapi jangan sia siakan hidup untuk sesuatu yang tidak berharga. Jangan terlalu
picik dalam memahami hidup. Hidup itu untuk mengabdi kepada ilahi, karena kita
hamba bukan khalik. Hiduplah sederhana, bukan tasyaddun (mensulitkan) dan bukan
tasahhul (memudah-mudahkan) karena “khoirul umuuri awsatuha “ sebaik
baik permasalahan adalah pertengahannya. Di ibaratkan seperti ini dalam
kehidupan sehari hari misal ketika dalam perjalanan jauh antar provinsi maka
diperbolehkan menjamak shalat, di perbolehkan shalat di kendaraan. Dengan
kemudahan yang di berikan seperti ini boleh di jalankan boleh juga tidak , akan
tetapi jika tidak dalam perjalanan dalam kondisi santai tidak ada yang bersifat
darurat maka tidak di perbolehkan menjamak shalat kecuali dengan ketentuan yang
di perbolehkan. Begitu juga dengan terlalu mensulitkan, ketika misalnya sedang
tidak ada air ketika waktu shalat hampir tiba, maka di perbolehkan bertayammum
. Islam is simple. Islam is Perfect. Bukan
untuk memberatkan juga bukan untuk terlalu memudahkan perkara. Melarang yang
batil , membela yang haq.
Islam bukan saja ada di
Indonesia, di Arab, di Afrika hingga Eropa. Tapi, Fii Ardhillah islam itu ada dan nyata. Islam adalah ajaran yang
rahmatan lil Alamin, penganutnya di sebut Muslim. Kadang di suatu daerah kita
melihat begitu banyak muslim tapi tidak dengan islam. Tapi tak jarang di suatu
tempat kita lihat ada islam walau tidak ada muslim. Tidak ada yang ironis
sejatinya, karena semua ketetapan yang ada sudah merupakan garis takdir-Nya.
Salah satu solusi nyata yaitu menjadi muslim yang sejati, muslim yang hakiki,
muslim yang kaffah, yang melihat intisari kehidupan manusia dari sisi islam,
dari qur’an wassunnah. Bukan dari kata siapa. Kadang kala tak jarang terlihat
banyak orang, banyak muslim yang lebih fanatik terhadap mazhabnya daripada kata
Rasulnya. Lebih fanatik terhadap kata ustadznya dari pada hadist nabinya. Lebih
hafal kalimat ulamanya dari pada kitab sucinya. Islam hanya kamuflase belaka
pada akhirnya. Karena lebih banyak yang mementingkan golongannya daripada
Islamnya.
Seorang muslim manusiawi sekali, tidak ada yang sesempurna Rasulina Muhammad. Tapi bukan berarti muslim tidak boleh berusaha menjadi yang sempurna. Berusaha itu wajib for every muslim. Sama wajibnya dengan bermuamalah yang baik antar sesama. Saling menjalin sapa antar muslim. Saling menghormati satu sama lain. Saling menerima keterbukaan satu sama lain. Saling mengalah bukan menghina. Saling percaya dan harus semakin banyak belajar. Belajar menerima kekalahan dan kesalahan. Bukan membela yang salah. Membela golongan ini dan itu. Menghina golongan ini dan itu. Islam itu satu dan menyatukan. Bukan membelah dan mencerai beraikan. Haram bagi muslim mengkafirkan sesama muslim yang masih bersyahadat dengan benar, yang masih mengakui Allah dan Rasulnya sebagai panutan hidupnya. Terkadang miris melihat di masa sekarang, dimana islam berkembang dengan pesatnya, di kala islam sudah tak terpisahkan dari hidup tapi perilaku muslim yang tak lebih seperti masih berada pada masa jahiliyah. Saling memperkuat golongannya tapi tidak dengan islamnya. Hanya sibuk mengkaji kitab-kitab yang dari golongannya tapi tidak dengan Qur’annya. Benarlah di suatu hari nanti islam akan terpecah menjadi beberapa golongan bukan karena islam tidak menyatukan tapi muslim yang mencerai beraikan.
Seorang muslim manusiawi sekali, tidak ada yang sesempurna Rasulina Muhammad. Tapi bukan berarti muslim tidak boleh berusaha menjadi yang sempurna. Berusaha itu wajib for every muslim. Sama wajibnya dengan bermuamalah yang baik antar sesama. Saling menjalin sapa antar muslim. Saling menghormati satu sama lain. Saling menerima keterbukaan satu sama lain. Saling mengalah bukan menghina. Saling percaya dan harus semakin banyak belajar. Belajar menerima kekalahan dan kesalahan. Bukan membela yang salah. Membela golongan ini dan itu. Menghina golongan ini dan itu. Islam itu satu dan menyatukan. Bukan membelah dan mencerai beraikan. Haram bagi muslim mengkafirkan sesama muslim yang masih bersyahadat dengan benar, yang masih mengakui Allah dan Rasulnya sebagai panutan hidupnya. Terkadang miris melihat di masa sekarang, dimana islam berkembang dengan pesatnya, di kala islam sudah tak terpisahkan dari hidup tapi perilaku muslim yang tak lebih seperti masih berada pada masa jahiliyah. Saling memperkuat golongannya tapi tidak dengan islamnya. Hanya sibuk mengkaji kitab-kitab yang dari golongannya tapi tidak dengan Qur’annya. Benarlah di suatu hari nanti islam akan terpecah menjadi beberapa golongan bukan karena islam tidak menyatukan tapi muslim yang mencerai beraikan.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda :“Orang-orang Yahudi terpecah kedalam 71 atau 72
golongan, demikian juga orang-orang Nasrani, dan umatku akan terbagi kedalam 73
golongan.” HR. Sunan Abu Daud.
Masjid tempat ibadah
muslim. Siapapun tahu tentang ini, sama hal nya mengetahui pura untuk hindu,
gereja untuk nasrani, sinagog untuk yahudi , klenteng untuk khonghucu. Tapi
siapa yang tahu kalau di muka ini masih ada masjid untuk golongan ini. masjid
untuk golongan itu. Masjid hanya untuk mazhab ini untuk mazhab itu. Ironis sekali
untuk Negara yang di katakan mempunyai umat muslim terbesar di dunia ini yang masjid
yang lebih banyak dari arab Saudi dinyatakan oleh wakil presiden Indonesia (sumber
: Koran kompas 31/05/2015) tapi berpecah
ke golongan masing masing. Contoh konkrit : Shalat ied fitri dan ied adha di Indonesia selama hampir 10 tahun
terakhir hampir selalu berbeda antar golongan umat muslim di tanah air ini. Umat
selalu mempermasalahkan hal ini dari tahun ke tahun, kadang bukan hanya di
bahas tapi juga di permasalahkan. Permasalahan terbesar adalah ada satu pendapat
yang benar tapi yang lain tidak mau menerimanya.
Masjid bukan hanya
tempat beribadah, masjid bukan hanya tempat shalat. Tapi lebih dari itu masjid
tempat belajar, tempat saling reuni antar muslim, tempat untuk bertukar
fikiran, tempat untuk menyatukan bukan memecahkan. Aneh sekali ketika ada
masjid yang membuka pintu seluas luasnya bagi semua golongan , bagi semua
muslim dari mazhab manapun, dikatakan aneh, di justice hanya menerima muslim
dari kelompok tertentu. Tapi ketika ada masjid yang hanya membuka pintu untuk
kelompokknya saja tidak ada yang mengkritik, tidak ada yang protes. Tidak ada
yang mempublikasikan di media masa.
Tidak bisa di pungkiri,
menjadi muslim yang netral yang tidak memihak manapun, tapi tetap berpegang
teguh kepada ajaran islam yang satu, berpegang pada al qur’an yang satu dan
berusaha mengikuti sunnah rasulnya memang amat sangat berat sekali. Menjadi takmir
yang netral yang tidak memihak satu kelompok manapun memang berat sekali. Tantangan
untuk di justice memihak suatu garis kelompok kerap terjadi hanya karena ada
anggotanya yang berafiliasi dengan suatu kelompok.
Tapi memang inilah madunya. Inilah pahit manisnya. Mempertahankan suatu masjid sebagai sentra keislaman yang menyatukan semua umat islam memang bukan perkara yang mudah. Mengadakan kajian untuk semua muslim menerima juga bukan perkara yang mudah. Karena kadang manusia bukan hanya melihat dengan nafsu muthmaiinah, bukan melihat dari sisi penyatuan tapi lebih sisi memecah belahkan.
Tapi memang inilah madunya. Inilah pahit manisnya. Mempertahankan suatu masjid sebagai sentra keislaman yang menyatukan semua umat islam memang bukan perkara yang mudah. Mengadakan kajian untuk semua muslim menerima juga bukan perkara yang mudah. Karena kadang manusia bukan hanya melihat dengan nafsu muthmaiinah, bukan melihat dari sisi penyatuan tapi lebih sisi memecah belahkan.
Islam itu satu tapi
untuk semua muslim, dan semua muslim harus menjadi islam yang satu. Begitu juga
masjid yang ada di kampus, di kota dan di kampus untuk semuanya. Bukan satu
kelompok satu masjid tapi satu masjid untuk semua muslim.
Terkadang usaha itu
yang pahit prosesnya pada awal perjalanan , hanya bisa berdoa suatu saat nanti
semua orang melihat masjid bukan hanya tempat untuk shalat semata, tapi juga
sarana untuk menyatukan umat dan berdakwah .Kadang kala manusia lupa yang
seharusnya di bela adalah dirinya sendiri. Bukan tuhan. Yang di bela agamanya
sendiri bukan mazhabnya. Wallahu A’lam.
*pojok perpus, puncak
skripsi , menjelang matahari terbenam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar