Kamis, 23 April 2015

Ayah

Ayah
Ayah, ku tahu ayah tak akan pernah membaca surat ku ini, baik yang akan ku kirimkan maupun posting dimanapun tempat.

Ayah, terhitung kita satu keluarga hidup bersama dalam satu atap se umurku hidup yakni 20 tahun. Hidup bersama dengan kasih sayang layaknya keluarga harmonis seperti yang di inginkan oleh keluarga lain dimanapun mereka tinggal. Tapi, mengapa sejak umurku menginjak di 21, kepergian ayah bersama kakak yang telah menjadi keluarga menjadi pilihan ayah ?

Tidak tersisa sedikit lagikah kasih sayang mamak di benakmu ? tidak ada lagi kah kenangan yang memaksa untuk tetap tinggal di rumah itu ? ayah tinggalkan kami se akan akan kami beban yang berat bagi ayah, terlalu susahkah untuk menghidupi satu istri dengan dua anak yang pendidikannya tinggal di penghujung kelulusan kampus, terlalu hinakah kami di mata saudara-saudara ayah sehingga rela meninggalkan kami. 

Ayah, Kami memang bukan apa apa dan memang tidak memiliki apa apa, di bandingkan anak perempuan kesayangan ayah yang rumahnya ayah tempati sekarang, mamak yang masih terus berjuang membiayai pendidikan hingga tingkat yang layak, agus yang masih menapaki awal kuliahnya di kampus, tidak ada kah perasaan kasihan yah ? walaupun jauh di lubuk hati tidak kuminta rasa kasihan itu. Apa guna mempunyai ayah tapi hanya sekedar symbol belaka. 

Hidup enak dengan makan 4 sehat 5 sempurna,kesehatan terjamin dan lain sebagainya memang tidak bisa kami berikan, tapi lupakah ayah kalau ayah adalah pemimpin rumah tangga ? bukan anak kecil yang harus di suapi, bukan pasien rumah sakit yang tak berkeluarga, satu pertanyaan , apakah keluarga ayah hanya putri kesayangan ayah yang ayah anggap satu satunya anak ayah ?

Entah apa harus ku panggil ayah sekarang, seorang ayah kah yang meninggalkan istrinya dalam kesendirian tanpa nafkah ? seorang ayah kah yang tidak pernah memberi makan istri dan anaknya ? seorang ayahkah yang sama sekali tidak memperhatikan pendidikan anak anaknya ? 

Ayah, jujur hingga saat ini, tidak pernah lagi terbersit fikiran untuk menikah, ayah, sosok yang ku anggap dapat menjadi contoh ternyata bukan lelaki sejati, lelaki yang membimbing di kala keluarganya khilaf.  yang memegang tangan istri dan anak anaknya di kala sendiri. Mana sosok ayah yang ada di buku buku dan film film. Ayah, sulit memang untuk memanggilmu apa sekarang. 

Ayah, kalau sekedar menyakan kabar lagi apa sekarang ? kucing juga bisa menanyakan. Sudah makan apa belum ? rumput juga bisa bertanya. Ayah, ku kira di umurmu yang sudah lewat separuh abad menambah ke arifan mu dalam bersikap. Tapi rupanya ayah lebih memilih mendengar mereka yang tidak pernah se atap dengan kita, mereka yang bahkan saat lebaran tidak lebih memilih di kunjungi daripada mengunjungi. 

Ayah, suatu saat nanti, jika Allah berkenan menjodohkanku dengan seseorang yang entah tidak tahu siapa, entah siapakah yang menjadi wali ku nanti ? pernah ayah berfikir sampai kesana ?

Ahhh ayah, ribuan hari tidak akan pernah cukup untuk membahasmu, percuma mata ini menangis, memohon kepadamu hanya untuk sekedar menemani mamak, menemani istri yang telah mendampingin hidupmu lebih dari 21 tahun lebih lama dari pendamping hidup ayah yang pertama, tapi ribuan alasan hingga deraian air mata memang tidak cukup membendung keinginanmu untuk tinggal bersama anak kesayangan ayah yang telah berkeluarga, entah apa yang menjadi fikiran ayah hingga tega sampai seperti itu. 

Ayah, tidak iri kah ayah dengan keluarga yang rukun bahagia bersama istri dan anak anaknya. Ayah berapa banyak uang sih yang di miliki menantu dari anak kesayangan ayah yang berpendidikan tapi tidak tahu sopan santun sehingga begitu mudahnya ayah mengiyakan ajakan dia yang belum ada puluhan tahun ayah mengenalnya ? samapi sampai ayah harus meninggalkan mamak yang tidak berharta dan berpunya ? 

Ayah, untuk terakhir kalinya permohonan maaafku semoga di terima, tapi jujur aku bingung harus memanggil ayah dengan sebutan apa ? dengan segala perbuatan ayah yang bahkan tidak pernah di lakukan oleh induk singa sekalipun. 

#i_am_sorry_dad
#dan_terimakasih_sudah_menjadi_ayah_selama_20_tahun_hidupku

*renungan di pojok kesedihan

Kamis, 09 April 2015

Skripsi in Action

Skripsi in Action




Lagi garap skripsi ni ceritanya pemirsah...
Awalnya gak kepengen skripsinya pake data kampung halaman, akan tetapi Tuhan berkehendak lain rupanya, karena di pasangkan dengan Dosen Bpk. Dr.Jaka Nugraha, M.Si., maka kami selaku mahasiswi bimbingannya harus mengambil data di tanah kelahiran masing-masing. 
Banyak cerita tentang skripsi, termasuk saat ditolak mengambil data di Dinas Pariwisata Bangka Belitung, Akan tetapi inilah pelajaran berharganya, termasuk pelajaran pengorbanan MAMAK yang tiada duanya. akhirnya inilah sekelumit data yang berhasil di himpun dari berbagai macam kertas profil yang berserakan di kamar. (semoga skripsi ane di mudahkan Ya Allah ) :
ini ni sekelumit tentang Bangka Belitung, tepatnya di kabupaten Bangka, Tanah kelahiran yang indah tiada duanya : 
Kabupaten Bangka terletak di pulau Bangka dan termasuk wilayah provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan luas kurang lebih 2.950,68 km2 atau 295.068 Ha. Secara adminitratif Kabupaten Bangkan berbatasan lansung dengan daratan wilayah kabupaten/kota lainnya, yaitu :
·         Sebelah Utara berbatasan dengan laut Natuna
·         Sebelah Timur berbatasan dengan selat Gaspar
·         Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa
·         Sebelah Barat berbatasan dengan selat Bangka
Kabupaten Bangka beribukota di Sungailiat, Jarak Ibukota Kabupaten Bangka dengan ibukota kabupaten/kota lainnya di Pulau Bangka terjauh adala Toboali (Kabupaten Bangka Selatan) dengan jarak 158 Km dan jarak terdekat adalah dengan Kota Pangkal Pinang yaitu 33 Km.
Tanah di Kabupaten Bangka sebagian besar berombak dan bergelombang (51%) sedangkan sisanya lembah/datar (20%), rawa (25%) dan berbukit (4%) dengan pH rata-rata di bawah 5 sehingga pH dapat di katakana agak asam, di dalamnya mengandung mineral bijih timah dan bahan galian lainnya seperti pasir kwarsa, kaolin, batu gunung dan lain lainnya. Sungai sungai berhulu di perbukitan dan bermuara di laut dan sungai sungai kabupaten Bangka hanya dimanfaatkan untuk sarana transportasi dan masih minim dimanfaatkan untuk sumber perikanan karena nelayan cenderung mencari ikan di laut. Di kabupaten Bangka tidak terdapat danau alam, danau danau kecil yang ada merupakan danau bekas penambangan timah dan masyarakat menyebut kolong.
Iklim di kabupaten Bangka adalah iklim tropis type A dengan variasi curah hujan antara 58,3 hingga 476,3 mm setiap bulannya dengan suhu antara 26,100 – 28,700 C, kelembababan bervariasi antara 77,4 hingga 87,3 %. Sementara intensitas penyinaran matahari antara 30,0% hingga 70,4 % dengan tekanan udara 1008,1 hingga 1010,8 Mb.
Secara adminitratif Kabupaten Bangka terdiri dari 8 kecamatan dan 69 desa, kedelapan kecamatan itu adalah :
1)    §  Sungailiat
2)    §  Belinyu
3)    §  Riau Silip
4)    §  Bakam
5)    §  Puding Besar
6)    §  Pemali
7)    §  Merawang
8)    §  Mendo Barat


Minggu, 05 April 2015

Berbahagialah Kalian





Menjadi seorang yang lahir dari keluarga awam agama, kental dengan budaya, penuh intrik keluarga dan lain sebagainya, di takdirkan masuk pondok pesantren hingga kuliah di statistic ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, kadang saya berharap untuk tidak menerima takdir yang sungguh hebat ini. Di saat yang lain tumbuh dengan nyamannya kasih saying orang tua, penuh curahan kasih seorang ibu yang tiap saat mendampingi, ayah yang mngajari banyak hal, teman yang selalu menemani , uang jajan yang berlimpah, rasa rasanya tidak saya dapatkan semua itu.  Hidup dengan seorang ayah yang hanya pulang seminggu sekali, dengan gaji yang bahkan untuk sekedar makan berlauk pun tidak bisa, seorang ibu perawat yang kadang karena lelahnya tidak ada waktu untuk mengajari pelajaran, atau memang kaminya yang tidak pernah bertanya, uang jajan yang mesti di tabung dikarenakan ada sesuatu hal mendadak yang mungkin terjadi, sama sekali tidak memberikan sedikit ruang untuk bersenang-senang.
Mungkin tuhan menakdirkan lain untuk diriku, tapi siapa yang tahan dengan kondisi yang carut marut, dengan tekanan disana sini, tekanan untuk lulus dan segera kerja untuk menjadi tulang punggung keluarga, dikarenakan sang ayah lebih memilih tinggal bersama keluarga putrinya bukanlah permasalahan yang tidak sulit. Banyak hal yang harus dikorbankan. Termasuk mengorbankan masa muda yang seharusnya penuh warna menjadi kelabu, masa muda yang sejatinya dinikmati orang lain dengan indahnya menjadi pupus hanya karena satu hal yaitu anak sulung.
Kalian yang hanya bisa melihat dari sisi luarnya diriku pun tidak akan pernah menyangka kalau kehidupanku penuh cerita yang tidak mengenakkan. Kadang ketika berfikir ingin seperti mereka gadis gadis di luar sana yang merasakan cinta bersama para kekasihnya, berjalan kesana kemari tanpa rasa bersalah, cobalah kalian jadi diriku. Menjawab siapa yang menjadi wali nikah ketika tiba saatnya nanti sangat kelu lidah ini rasanya. Adik kah ? yang sekarang masih kuliah. Kakek kah ? yang sekarang sudah di surgaa. Atau ayah? Yang sekarang tidak tahu rimbanya . siapa siapa ? bisa kalian menjawab siapa. Kalau ibu bisa menjadi wali, mau rasanya melansungkan pernikahan tanpa ayah. Yang tidak pernah membiayai sekolah dan kuliah. Sampai sampai tidak tahu anaknya makan apa. Anaknya kurang apa.
Jadi, berbahagialah kalian yang masih mempunyai ayah dan ibu yang lengkap, yang menyayangi kalian, yang selalu mengomeli kalian. Yang masih mengajari kepada kalian banyak hal tanpa diminta.  Karena disana letak kasih sayangnya. Yang masih di beri uang jajan. Yang masih di telpon tanpa perlu menelpon kesana. Yang tidak harus memikirkan ini itu, memikiran uang spp dan lain sebagainya. Jadi sejatinya ketika kalian mengeluh hidup yang sama sekali yang tidak kalian syukuri. Fikirkan lah orang lain yang ingin hidup sebagaimana takdir kalian hidup.