Minggu, 05 April 2015

Berbahagialah Kalian





Menjadi seorang yang lahir dari keluarga awam agama, kental dengan budaya, penuh intrik keluarga dan lain sebagainya, di takdirkan masuk pondok pesantren hingga kuliah di statistic ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, kadang saya berharap untuk tidak menerima takdir yang sungguh hebat ini. Di saat yang lain tumbuh dengan nyamannya kasih saying orang tua, penuh curahan kasih seorang ibu yang tiap saat mendampingi, ayah yang mngajari banyak hal, teman yang selalu menemani , uang jajan yang berlimpah, rasa rasanya tidak saya dapatkan semua itu.  Hidup dengan seorang ayah yang hanya pulang seminggu sekali, dengan gaji yang bahkan untuk sekedar makan berlauk pun tidak bisa, seorang ibu perawat yang kadang karena lelahnya tidak ada waktu untuk mengajari pelajaran, atau memang kaminya yang tidak pernah bertanya, uang jajan yang mesti di tabung dikarenakan ada sesuatu hal mendadak yang mungkin terjadi, sama sekali tidak memberikan sedikit ruang untuk bersenang-senang.
Mungkin tuhan menakdirkan lain untuk diriku, tapi siapa yang tahan dengan kondisi yang carut marut, dengan tekanan disana sini, tekanan untuk lulus dan segera kerja untuk menjadi tulang punggung keluarga, dikarenakan sang ayah lebih memilih tinggal bersama keluarga putrinya bukanlah permasalahan yang tidak sulit. Banyak hal yang harus dikorbankan. Termasuk mengorbankan masa muda yang seharusnya penuh warna menjadi kelabu, masa muda yang sejatinya dinikmati orang lain dengan indahnya menjadi pupus hanya karena satu hal yaitu anak sulung.
Kalian yang hanya bisa melihat dari sisi luarnya diriku pun tidak akan pernah menyangka kalau kehidupanku penuh cerita yang tidak mengenakkan. Kadang ketika berfikir ingin seperti mereka gadis gadis di luar sana yang merasakan cinta bersama para kekasihnya, berjalan kesana kemari tanpa rasa bersalah, cobalah kalian jadi diriku. Menjawab siapa yang menjadi wali nikah ketika tiba saatnya nanti sangat kelu lidah ini rasanya. Adik kah ? yang sekarang masih kuliah. Kakek kah ? yang sekarang sudah di surgaa. Atau ayah? Yang sekarang tidak tahu rimbanya . siapa siapa ? bisa kalian menjawab siapa. Kalau ibu bisa menjadi wali, mau rasanya melansungkan pernikahan tanpa ayah. Yang tidak pernah membiayai sekolah dan kuliah. Sampai sampai tidak tahu anaknya makan apa. Anaknya kurang apa.
Jadi, berbahagialah kalian yang masih mempunyai ayah dan ibu yang lengkap, yang menyayangi kalian, yang selalu mengomeli kalian. Yang masih mengajari kepada kalian banyak hal tanpa diminta.  Karena disana letak kasih sayangnya. Yang masih di beri uang jajan. Yang masih di telpon tanpa perlu menelpon kesana. Yang tidak harus memikirkan ini itu, memikiran uang spp dan lain sebagainya. Jadi sejatinya ketika kalian mengeluh hidup yang sama sekali yang tidak kalian syukuri. Fikirkan lah orang lain yang ingin hidup sebagaimana takdir kalian hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar