Maha
Suci bagimu Rabb pemilik seluruh mahkluk di jagat raya ini. Penguasa di atas
para penguasa. Pemimpin mutlak yang hanya boleh disembah hambanya dan tidak
untuk yang lainnya. Pencipta hidup dan mati yang tiada duanya.
“ Maka nikmat tuhan yang mana kamu dustakan “ betapa sering ayat ini terdengar,
betapa banyak kitab yang telah menuliskan ayat ini. Ribuan kertas pun tidak
pernah absen untuk mengabadikan ayat yang masyur tercantum dalam surah Ar
Rahman. Sungguhpun ada ribuan ayat buatan manusia untuk menggantikan ayat ini
tidak aka nada yang bisa menggantikannya
Dalam
musibah itulah nikmat yang sesungguhnya ada. Kadangkala manusia terlanjur
melihat zahir saja, jarang bisa melihat nikmat yang ada sesunguhnya. Tak jarang
hamba hanya bisa meminta. Tapi tak bisa merasakan bahwa permintaannya telah
dikabulkan Allah SWT. Sungguh benar Allah berfirman bahwa tanda-tanda
kebesarannya hanya bisa dilihat bagi mereka yang berfikir dan berilmu. Sungguh
merugi mereka yang tidak bisa merasakan nikmat itu.
Tidak
ada secuil rasa untuk berbangga diri. Tapi jujur dari dalam hati berkata
sungguh menyesal nikmat itu baru dirasakan sekarang. Sungguh merugi atas lisan
yang selalu berkomentar tanpa tahu apa yang sesunggunya terjadi. Ketika lisan
meminta untuk bisa menghapalkan qur’an, Allah kabulkan itu dengan waktu yang
sangat banyak untuk menghapalkan ayat-ayatnya dengan nikmat datang bulan dalam
waktu yang singkat dalam kurun waktu yang lama. Tapi masih saja lisan ini
berkeluh dan berkata bahwa itu musibah bukan nikmat. Tapi itulah NIKMAT yang
sesungguhnya. Ketika puasa did era banyak kesibukan dan ujian ingin rasanya
punya waktu tidur yang banyak, Allah berikan juga nikmat itu dengan adanya
libur shalat. Tapi masih saja lisan ini berkeluh bahwa ini waktu yang tidak
pas. Ketika perut ini begitu ingin menikmati aneka makanan tanpa banyak cincong
Allah berikan nikmat itu.
Allahu
Rabbi…… Berapa lautan sudah lisan ini berkeluh kesah atas nikmat yang kusangka
musibah, atas barokah yang kusangka bencana. Sungguhpun engkau Rabb terbaik,
engkau teman terbaik. Engkau yang selalu kupinta untuk membangunkan di setiap
jam yang aku pinta. Engkau kabulkan, yang aku pinta isikan perutku ketika
dilanda lapar engkau berikan makanan terlezat yang diidamkan perutku. Maafkan
lisan yang tak pernah terjaga ini Ya Allah. Duhai rabbi ketika hamba minta
tunjukkan jodohpun engkau tunjukkan bahkan akupun yakin engkau telah tuliskan
jodoh terbaik untukku. Tapi mengapa hati ini tidak pernah terbersit untuk
membalaskan semua pemberianmu. Maafkan diri ini ketika beribadah denganmu masih
penuh pengharapan. Jujur hamba malu untuk meminta padamu. Tapi hamba minta yang
terbaik untuk hamba sebagaimana yang engkau berikan kepada salafus shalih..
“
fabiayyi alaai rabbikuma tukadzziban “ nikmat itu tidak akan pernah dirasakan tanpa
kepahitan sebelumnya. Lisan hanya bisa berbicara karena dia tidak bertulang.
Musibah itu ada karena sayangnya Tuhan kepada manusia . Wallahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar