Sejak tahun 2000 lalu, Pulau bangka menjadi bagian dari Propinsi
Bangka Belitung. Kendati tergolong masih berusia muda, Pulau Bangka
ternayat memiliki catatan sejarah panjang. Secara geografis, sebelah
utara Pulau bangka berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah barat
dengan Selat Bangka dan Selat Gaspar, sebelah selatan dengan laut Jawa,
sebelah timur dengan Laut Cina Selatan dan dua selat, yakni Selat
Karimata dan Selat Gaspar. Secara otomatis, Pulau bangka berada pada
posisi 1' 30" 3' 7" Lintang Selatan dan 105' 107' Bujur Timur. Luas
Pulau ini mencapai ± 11.615 km
persegi, dengan kondisi pogografi terdiri dari dataran rendah berbukit,
rawa - rawa dan hutan tropis, serta dikelilingi oleh pantai berpasir
putih, pemandangan indah serta laut yang jernih.
Menurut sejarahnya, nama Bangka diambil dari kata vanca (wangka)
dalam bahasa sangsekerta yang artinya timah. Makna nama Bangka inilah
yang kemudian memperkuat dugaan bahwa timah telah dikenal sejak masa
lampau yakni saat pengaruh Hindu mulai masuk ke wilayah ini. Kata Wangka
tertoreh pada prasasti Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan dekat Kota
kapur Kecamatan Mendo Barat Kabupaten Bangka.
Timah ditemukan pertama kali di Pulau Bangka sekitar tahun 1709, oleh
orang - orang Johore yang untuk pertama kali digali di daerah Sungai
Olin, Kecamatan Toboali. Pada abad VII, Pulau Bangka mulai ramai
dikunjungi orang - orang Hindu dari Siantan, Johore, Malaysia dan
Mataram. Kehadiran para pendatang itu, kemudian disusul oleh Bangsa
Belanda lalu Inggris dan Jepang saat Perang Dunia ke - 2 berkecamuk.
Ketika perdagangan timah mulai menguntungkan, VOC dibawah
kepemimpinan Cournelis de Houtman mulai melirik Bangka hingga akhirnya
membuat kontrak dagang dengan sistem monopoli, yakni bahwa penguasa
bangka dan Belitung mengakui VOC sebagai pelindungnya dan berjanji tidak
akan menjalin kerjasama atau berhubungan dengan bangsa - bangsa lain.
Namun Belanda kalah dalam perangnya melawan perancis, otomatis seluruh
jajahan Belanda jatuh ke tangan kekuasaan Inggris, termasuk didalamnya
adalah Pulau Bangka dan Belitung.
Pasukan Inggris dibawah pimpinan Thomas Stanford Raffles,
berusaha menundukan Palembang. Maka, terjadilah perang antara Sultan
Palembang melawang tentara Inggris. Bagi Raffles, perang ini lebih
bertujuan untuk memperebutkan timah. Akhirnya Inggris berkuasa di Bangka
dan Belitung dalam kurun waktu 4 tahun (1812 s.d 1816). Melalui
pernyataan politikinya, Inggris mengganti nama Bangka menjadi "The Duke of York" dan pelabuhan Belinyu menjadi Port Wellington.
Ketika Belanda berhasil masuk dan mulai berkuasa kembali di Bangka
pada akhir tahun 1816, VOC mulai mendatangkan banyak pekerja dari negeri
Tiongkok untuk dipekerjakan di pertambangan - pertambangan timah Pulau
Bangka. Pada Tahun 1873, pertambangan timah di Belitung mulai di buka
dan berproduksi. Belanda mulai memperkuat pengaruhnya. Perlawanan rakyat
Bangka Belitung berkobar. Depati Bahrin adalah salah satu tokoh
terkenal pada masa itu dan diburu Belanda karena keberaniannya melawan,
hingga pihak Belanda mengalami kekalahan dihampiri seluruh Pulau Bangka.
dikutipdari:http://budpar.bangka.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=81:sejarah-pulau-bangka&catid=27:berita