Minggu, 23 November 2014

SEJARAH PULAU BANGKA

Sejak tahun 2000 lalu, Pulau bangka menjadi bagian dari Propinsi Bangka Belitung. Kendati tergolong masih berusia muda, Pulau Bangka ternayat memiliki catatan sejarah panjang. Secara geografis, sebelah utara Pulau bangka berbatasan dengan Laut Cina Selatan, sebelah barat dengan Selat Bangka dan Selat Gaspar, sebelah selatan dengan laut Jawa, sebelah timur dengan Laut Cina Selatan dan dua selat, yakni Selat Karimata dan Selat Gaspar. Secara otomatis, Pulau bangka berada pada posisi 1' 30" 3' 7" Lintang Selatan dan 105' 107' Bujur Timur. Luas Pulau ini mencapai ± 11.615 km persegi, dengan kondisi pogografi terdiri dari dataran rendah berbukit, rawa - rawa dan hutan tropis, serta dikelilingi oleh pantai berpasir putih, pemandangan indah serta laut yang jernih.

Menurut sejarahnya, nama Bangka diambil dari kata vanca (wangka) dalam bahasa sangsekerta yang artinya timah. Makna nama Bangka inilah yang kemudian memperkuat dugaan bahwa timah telah dikenal sejak masa lampau yakni saat pengaruh Hindu mulai masuk ke wilayah ini. Kata Wangka tertoreh pada prasasti Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan dekat Kota kapur  Kecamatan Mendo Barat Kabupaten Bangka.
Timah ditemukan pertama kali di Pulau Bangka sekitar tahun 1709, oleh orang - orang Johore yang untuk pertama kali digali di daerah Sungai Olin, Kecamatan Toboali. Pada abad VII, Pulau Bangka mulai ramai dikunjungi orang - orang Hindu dari Siantan, Johore, Malaysia dan Mataram. Kehadiran para pendatang itu, kemudian disusul oleh Bangsa Belanda lalu Inggris dan Jepang saat Perang Dunia ke - 2 berkecamuk.
Ketika perdagangan timah mulai menguntungkan, VOC dibawah kepemimpinan Cournelis de Houtman mulai melirik Bangka hingga akhirnya membuat kontrak dagang dengan sistem monopoli, yakni bahwa penguasa bangka dan Belitung mengakui VOC sebagai pelindungnya dan berjanji tidak akan menjalin kerjasama atau berhubungan dengan bangsa - bangsa lain. Namun Belanda kalah dalam perangnya melawan perancis, otomatis seluruh jajahan Belanda jatuh ke tangan kekuasaan Inggris, termasuk didalamnya adalah Pulau Bangka dan Belitung.
Pasukan Inggris dibawah pimpinan Thomas Stanford Raffles, berusaha menundukan Palembang. Maka, terjadilah perang antara Sultan Palembang melawang tentara Inggris. Bagi Raffles, perang ini lebih bertujuan untuk memperebutkan timah. Akhirnya Inggris berkuasa di Bangka dan Belitung dalam kurun waktu 4 tahun (1812 s.d 1816). Melalui pernyataan politikinya, Inggris mengganti nama Bangka menjadi "The Duke of York" dan pelabuhan Belinyu menjadi Port Wellington.
Ketika Belanda berhasil masuk dan mulai berkuasa kembali di Bangka pada akhir tahun 1816, VOC mulai mendatangkan banyak pekerja dari negeri Tiongkok untuk dipekerjakan di pertambangan - pertambangan timah Pulau Bangka. Pada Tahun 1873, pertambangan timah di Belitung mulai di buka dan berproduksi. Belanda mulai memperkuat pengaruhnya. Perlawanan rakyat Bangka Belitung berkobar. Depati Bahrin adalah salah satu tokoh terkenal pada masa itu dan diburu Belanda karena keberaniannya melawan, hingga pihak Belanda mengalami kekalahan dihampiri seluruh Pulau Bangka.

dikutipdari:http://budpar.bangka.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=81:sejarah-pulau-bangka&catid=27:berita